MUARA TEWEH – Dalam rangka penguatan dan percepatan eliminasi penyakit Tuberkulosis (TBC), Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Barito Utara menyelenggarakan Pertemuan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Program Tuberkulosis Tahun 2025. Kegiatan ini digelar selama dua hari, pada 6 hingga 7 September 2025, di Aula Dinkes Barito Utara.
Pertemuan strategis ini dihadiri oleh para Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian Kepegawaian, Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Informasi Kesehatan (PIH), serta perwakilan dari seluruh Puskesmas dan RSUD se-Kabupaten Barito Utara.
Ancaman Serius Kesehatan Publik
Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (PSDK) Dinkes Barut, Yessi Aria Puspita, SKM, M.Kes, mewakili Kepala Dinkes Pariadi AR, menyampaikan bahwa saat ini Indonesia masih menempati posisi kedua sebagai negara dengan kasus TBC terbanyak di dunia.
“Setiap jamnya, terdapat 14 orang meninggal dunia akibat TBC di Indonesia. Ini adalah ancaman serius bagi kesehatan masyarakat,” tegas Yessi.
Oleh karena itu, ia menekankan perlunya penguatan strategi dari tingkat fasilitas kesehatan (Faskes) primer hingga sinergi peran lintas sektor.
Yessi menambahkan, target nasional eliminasi TBC Tahun 2025 sangat ambisius, mencakup 90% deteksi kasus, 100% inisiasi pengobatan, dan keberhasilan pengobatan di atas 80%. Pencapaian target ini, menurutnya, sangat bergantung pada sinergi kuat antara faskes, masyarakat, dan komunitas.
“Komunitas memiliki peran besar dalam investigasi kontak, skrining kelompok berisiko, serta pendampingan dan monitoring pengobatan. Hal ini perlu kita dukung penuh,” ujarnya.
Cakupan TPT dan Investigasi Kontak Belum Optimal
Di Kabupaten Barito Utara sendiri, tercatat sebanyak 227 kasus TBC telah ditemukan dan menjalani pengobatan sepanjang tahun 2025. Meskipun demikian, sejumlah tantangan masih menghadang, seperti belum optimalnya investigasi kontak, rendahnya cakupan Terapi Pencegahan TBC (TPT), serta keterlambatan dalam pencatatan dan pelaporan kasus.
“Masih ada gap antara temuan kasus dan jumlah pasien yang memulai pengobatan. Monev ini sangat penting untuk mengidentifikasi kendala dan mencari solusi yang tepat di tingkat Puskesmas maupun RSUD,” jelas Yessi.
Ia juga menyoroti masalah edukasi terkait TPT. Banyak individu yang menolak TPT karena merasa sehat, padahal mereka memiliki riwayat kontak erat dengan penderita TBC. “Promosi kesehatan harus ditingkatkan agar cakupan TPT di Barito Utara bisa lebih optimal,” tambahnya.
Diharapkan pertemuan ini menjadi forum strategis untuk merumuskan langkah konkret dalam penguatan program P2 TBC di daerah, serta meningkatkan kualitas pelaporan data dan akurasi pencatatan. (Adi)